Sesanti

Sesanti

Minggu, 29 Desember 2013

ARTI PANAKAWAN



MAKNA FILOSOFI PANAKAWAN

Kandungan budi pekerti tokoh wayang panakawan dapat dicermati dari asal-usul katanya. Panakawan berasal dari kata pana yang berarti paham (arif) dan kawan berarti sahabat. Dengan demikian, panakawan berarti sahabat yang arit . Hal ini akan terungkap dari peran panakawan yang antara lain sebagai pengendali perbuatan yang dilakukan oleh bendaranya. Panakawan catur dalam pewayangan gagrag Mataram (Ngayoyogjakarta) maupun gagrag Surakarta yakni: Semar, Gareng, Petruk dan Bagong adalah lambing dari konsep: cipta, rasa, karsa dan karya. Maka dalam diri manusian akan digerakkan oleh empat tokoh panakawan tersebut.

                                                                                Semar
            Tokoh Semar adalah lambang karsa atau kemauan yang agung, baik, dan luhur. Kata Semar, berasal dari bahasa Arab simaar, artinya paku. Maksudnya, kebenaran yang didukung oleh Semar sifatnya kuat dan kokoh seperti paku. Semar merupakan lambang ibadat, yaitu menyebut asma Allah. Dalam wawasan kosmologi Jawa Semar merepresentasikan sebagai pengendali nafsu kebaikan dan kebajikan. Sedangkan pengendali nafsu keangkaramurkaan adalah Togog. Menurut dokrin Kejawen, Semar akan mengendalikan nafsu maraga (mutmainah), sedangkan Togog mengendalikan nafsu sukarda (sufiah), angkara (amarah) dan lodra (aluamah).
                                                                            Nala Gareng
            Gareng, melambangkan cipta (akal) manusia. Kata Gareng berasal dari bahasa Arab naala qariin (Nala Gareng) yang artinya memperoleh banyak kawan.  Mata Gareng yang kera (juling) melambangkan bahwa ia senang berpikir. Tangannya ceko (bengkok-bengkok), menunjukkan nalar yang berliku-liku, tidak polos pada satu sasaran saja, melainkan penuh pertimbangan. Kakinya gejig (pincang) , melambangkan sikap kehati-hatian. Ini menggambarkan bahwa kawruh perlu disusun berdasarkan dalil-dalil yang penuh kehati-hatian dan kecermatan. Gareng juga bernama Nala Gareng yang biasanya oleh ki dalang diartikan sebagai hati yang kering, bukanlah dunia ilmu, dunia penalaran itu kering. Nama lain Gareng adalah Pancal Pamor , yang berarti menolak sesuatu yang serba gemerlap.
Petruk

            Petruk, adalah lambang dari rasa. Ia paling banyak menghibur terhadap bendara. Kata Petruk berasal dari bahasa Arab fatruk, artinya tinggalkanlah. Hal ini sejalan dengan kalimah “fat – ruk – kullu man siiwallaahi”, artinya tinggalkanlah segala hal yang bukan dari Allah. Berbagai ibadah jika tidak disertai tindakan meninggalkan larangan Tuhan, akan sia-sia. Petruk juga bernama Kanthong Bolong. Artinya kanthong yang selalu kosong. Hal ini berarti bahwa Petruk merupakan lambing dari budi pekerti yang sepi ing pamrih.
                                                                                      Bagong

            Bagong, adalah lambing dari karya. Ia bayangan dari karsa (Semar). Kata Bagong berasal dari bahasa Arab : baghaa yang artinya memberontak terhadap kebatilan, kedzaliman. Tokoh Bagong merepresentasikan watak anti perbuatan yang tidak baik, yang tidak terpuji. Dengan demikian panakawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong  merupakan lambang budi pekerti manusia agar menjalankan ibadah sebaik-baiknya. Ibadah harus disertai amar ma’ruf nahi munkar, perlu pertimbangan pikir dan penuh mawas diri, serta meninggalkan larangan Tuhan. Keempat panakawan tersebut selalu muncul dalam adegan gara-gara. Kata Gara-gara adalah jarwa dhosok gar + a (pagar + agama). Hanya dengan pagar agama (ibadah) manusia akan menjadi baik. 

Sumber bacaan : Suwardi Endraswara. 2003. Membaca, Menulis, Mengajarkan Sastra
                            Yogyakarta: Kota Kembang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar