Sesanti

Sesanti

Kamis, 19 Desember 2013

CANGKRIMAN


Cangkriman (dalam bahasa Indonesia disebut pula cangkrim) merupakan peristiwa tutur atau tindak tutur yang terdapat di dalam masyarakat Jawa. Cangkriman merupakan kelompok kata, kalimat, wacana, dan tembang yang mempunyai makna tersamar. Oleh karena itu, cangkriman harus mencari jawabannya atau menebak apabila ingin mengetahui maksudnya. Penutur yang belum mengerti atau belum pernah mendengarkan cangkriman, maka akan  memberikan makna atau maksud yang salah. Padahal cangkriman masih hidup di kalangan masyarakat atau penutur bahasa Jawa.
Cangkriman merupakan tuturan Jawa yang sangat menarik untuk diperhatikan oleh siapapun. Cangkriman disebut pula bedhekan, yaitu merupakan kata-kata atau kalimat yang harus dijawab, maksudnya karena kata-kata atau kalimat tersebut memiliki makna yang di luar tuturan. Biasanya, cangkriman memang menggunakan kata-kata pertanyaan, misalnya pak boletus apa? ’pak boletus apa?’; apa batangane sega sakepel dirubung tinggi? ’apa jawaban nasi satu kepal dikitari kutu?; gajah midak endhog pecah apa ora? ’gajah menginjak telur pecah apa tidak?’ lawa telu kalong loro ana pira? ’kelelawar tiga kalong (jenis kelelawar) dua ada berapa?’ Namun demikian, apabila di dalam ber-cangkriman sudah ramai, kata apa ’apa’ tersebut kadang-kadang tidak digunakan lagi. Misalnya, lha, yen pitik walik saba kebon? ’kalau ayam walik yang ada di kebun?’; dan pak bomba, pak lawa, pak piyut? ’pak bomba, pak lawa, pak piyut?’

1.      Pengertian Cangkriman
            Cangkriman (dalam bahasa Indonesia disebut pula cangkrim) yang berarti teka-teki atau tebakan.. Teka-teki adalah soal dan sebagainya yang berupa kalimat yang dikemukakan secara samar-samar, biasanya untuk permainan atau untuk pengasah pikiran, misalnya: yang digantungkan di atas, yang menggantungkan di bawah (jawabannya adalah orang yang menaikkan layang-layang). Cangkriman berarti badhekan ‘pertanyaan’ atau batangan ‘pertanyaan’.
            Menurut Subalidinata (1994: 13), cangkriman merupakan kata-kata yang disusun secara teratur, makna atau isinya mengandung maksud untuk dijawab. Cangkriman juga disebut badhean atau bedhekan (bahkan pada wilayah tertentu juga disebut capean).
2.       Struktur atau Bentuk Cangkriman
            Cangkriman merupakan ungkapan atau kalimat yang harus dijawab. Cangkriman pada umumnya untuk permainan (gegojegan). Ada pula cangkriman yang disampaikan untuk sayembara pada pertunjukan wayang. Cangkriman berdasarkan strukturnya ada bermacam-macam, yaitu cangkriman wancahan ’akronim’, cangkriman pepindhan ’pengandaian’, dan cangkriman blenderan ’pelesedan’, dan cangkriman sekar ’tembang’. Ada pula yang berpendapat bahwa struktur atau bentuk cangkriman dapat berupa kata, kalimat biasa, ada pula yang berbentuk tembang. Pendapat lainnya tentang bentuk cangkriman, Dwiraharjo (1981: 5) menyebutkan bahwa cangkriman bahasa Jawa berbentuk akronim, kalimat, tembang, dan campuran. Misalnya, pipalanda (bentuk akronim): ping para lan suda ‘perkalian pembagian penjumlahan pengurangan’, Pitik walik saba kebon ‘Ayam berbulu keriting berkeliaran di kebun’ (berbentuk kalimat) dan jawabannya adalah ‘nanas’, dan yang berbentuk tembang pocung sebagai berikut.
Namung tutuk, lan netra kalih kadulu,
yen pinet kang karya,
            sinuduk netrane kalih, 
            yeku saratira bangkit ngemah-ngemah.
(Hanya mulut, dan mata dua terlihat / bila dimanfaatkan kerjanya / matanya dua dimasuki / yaitu sebagai syarat untuk mengunyah (menghancurkan)’
Jawaban cangkriman berbentuk tembang pocung tersebut adalah ‘gunting’.
2.1 Bentuk Cangkriman
Pada bagian ini akan diuraikan bentuk-bentuk cangkriman yang dibagi menjadi 4 macam, yaitu yang berupa sekar atau tembang, akronim, perumpanaan, dan blenderan.

2.1.1 Cangkriman Tembang
Cangkriman yang berupa tembang ini bentuknya tembang macapat yang menceritakan sifat-sifat suatu barang yang harus dijawab. Biasanya satu bait tembang untuk satu cangkriman, sekalipun ada pula satu bait tembang untuk cangkriman lebih dari satu. Misalnya, dalam tembang Asmaradana berikut.
Wontên ta dhapur sawiji,
tanpa sirah tanpa tênggak,
 mung gatraning wêtêng bae,
 miwah suku kalihira,
 nging tanpa dalamakan ,
kanthaning bokong kadulu ,
rumakêt ing para priya .
(Ada satu wujud / tanpa kepala tanpa leher / hanya bentuk perut saja / dan kaki keduanya / tetapi tanpa telapak kaki / wujud pinggul kelihatan / melekat pada para laki-laki //)
Jawabannya: celana.
2.1.2 Cangkriman Wancahan
Wancah berarti singkat atau singkatan. Wancahan tersebut harus dijawab yang disusun dari baris yang ada. Cangkriman wancahan ini wujudnya singkatan atau akronim kata-kata dari kalimat yang digunakan untuk cangkriman. Caranya dengan menyingkat kata menurut singkatan yang biasa terjadi dalam singkatan bahasa Jawa, yaitu dengan menghilangkan suku kata yang depan. Dengan demikian yang digunakan dua suku kata terakhir atau satu suku kata terakhir, misalnya bapak menjadi pak, kebo menjadi bo, tracake menjadi cake, bapak cilik menjadi pak lik, nama Suparyana apabila dipanggil cukup na saja, gedhe dhuwur menjadi dhewur, dan idu abang menjadi dubang. Untuk lebih jelasnya jenis cangkriman wancahan ini dapat diperhatikan contoh berikut.
1.       kabakêtan = nangka tiba nèng sukêtan ‘nangka jatuh di rerumputan’
2.       pakbolétus = tapakbo ana léné satus ‘jejak kaki kerbau ada ikan lele seratus’
3.       burnaskopên = bubur panas kokopên ‘bubur panas makanlah’
Perlu diketahui bahwa dalam bahasa Jawa, singkatan atau akronim kata kaidahnya sudah pasti, yaitu seperti yang telah diuraikan di atas. Dengan demikian tidak pernah akan dijumpai akronim dengan menghilangkan bagian (suku kata) yang belakang atau menurut selera yang membuat singkatan atau akronim. Hal ini sangat berbeda dengan bahasa Indonesia yang dijumpai pada koran atau tayangan televisi: dalam membuat singkatan sangat berbeda. Misalnya: ‘sembilan bahan pokok’ disingkat sembako, ‘Dewan Perwakilan Rakyat’ disingkat DPR, ‘Menteri Koordinasi Politik dan Keamanan’ disingkat Menkopolkam. Pada acara televisi seperti: Intips singkatan dari informasi dan tips, Jelita singkatan dari jendela informasi wanita, Pesta singkatan dari pentas sejuta aksi, dan Kiss singkatan dari kisah seputar selebriti, yang jumlah dan bentuknya bermacam-macam.
Pada bagian lain, terdapat cangkriman akronim yang berbentuk kata seolah-olah bahasa asing tetapi setelah diperhatikan sebenarnya kata-kata bahasa Jawa. Misalnya:
4.       ling cik tu tu ling ling yu (seperti bahasa Mandarin) = maling mancik watu, watuné nggoling malingé mlayu ’pencuri menginjak batu, batunya terguling, pencurinya lari’.
5.       burnas kopên (seperti bahasa Belanda) = bubur panas kokopên ’bubur panas makanlah’.
2.1.3 Cangkriman Pepindhan (Irib-iriban Barang)
Cangkriman pêpindhan bentuknya hampir sama dengan cangkriman tembang. Keduanya menyebutkan keadaan atau sifat suatu barang, perbedaannya terletak pada jumlah kalimat yang digunakan. Cangkriman tembang menggunakan kalimat lebih dari satu dan berbentuk tembang dengan aturan tertentu, sedangkan cangkriman pepindhan bentuknya kalimat, kebanyakan hanya satu kalimat, meskipun ada juga yang menggunakan lebih dari satu kalimat.
1.       Pitik walik saba kêbon ’ayam berbulu keriting berkeliaran di kebun = nanas ’buah nenas’
2.       Wujudé kaya kêbo, ulêsé kaya kêbo, lakuné kaya kêbo, nanging dudu kêbo ’bentuknya seperti kerbau, warnanya seperti kerbau, jalannya seperti kerbau, akan tetapi bukan kerbau = gudèl ’anak kerbau’
3.       Bapak Demang klambi abang yèn disuduk manthuk-manthuk ’Bapak Demang berbaju merah kalau ditusuk mengangguk-angguk’ = tuntut (kembang gedhang) ’bunga pohon pisang’
2.1.4 Cangkriman Blenderan
Blenderan juga disebut plesetan. Bentuk cangkriman blenderan adalah kalimat yang sudah jelas maknanya, akan tetapi makna yang tertulis itu bukan makna yang sebenarnya (yang dimaksudkan). Cangkriman blenderan ada yang berbentuk tembang ada pula yang berbentuk kalimat biasa. Bentuk kata yang digunakan adalah kata-kata singkatan dan homonim.
1.       Wong adol témpé ditalèni ‘Orang jual tempe diikat’ = sing ditalèni témpé, dudu wong sing adol ‘yang diikat tempe, bukan orang yang berjualan’
2.       Wong mati ditunggoni wong mésam-mèsêm ’orang meninggal ditunggui orang tersenyum’ = sing mésam-mèsêm wong sing nunggu, dudu sing mati ’yang tersenyum orang yang menunggu, bukan orang yang telah meninggal dunia’
Contoh cangkriman blenderan yang berbentuk tembang:
-  Pangkur
Badhénên cangkriman ingwang,
tulung-tulung ana gêdhang awoh gori,
ana pitik ndhasé têlu,
gandhènana êndhasnya,
    kyai dhalang yèn mati sapa sing mikul,
    ana buta nunggang grobag,
  sêlawé sunguting gangsir.
’Tebaklah teka-teki saya / tolong-tolong ada pisang berbuah gori / ada ayam kepalanya tiga / dipukul pun kepalanya / kiai dalang jika mati siapa yang memikul / ada raksasa naik gerobak / dua puluh lima sungut gangsir //’
Batangane: gori = ditegori; telu = dibuntel wulu; gandhenana = gandhen ana; dhalang = kadhal lan walang; buta = tebu ditata; selawe (lawe) = bolah, benang.
’Jawabannya: gori = ditebangi; têlu = dibungkus bulu, dipukul gandhèn = gandhèn ada; dalang = kadal dan belalang; buta = tebu ditata; selawe ’dua puluh lima’ = lawé ’benang.’
Ada juga cangkriman yang mirip dengan ilmu kebatinan, contohnya adalah sebagai berikut.
Pêcating nyawa barêng blêdhosing bantala, lukar busana nyêmplung kawah candradimuka, supayané sampurna dikanthèni sa cacah têlu (= téla pohung)
Katrangané mangkéné: téla pohung kuwi manawa dijabut ora bisa ditandur lan urip (kêjaba uwité = kanthi cara stek), bubar dioncèki banjur digodhog, supaya bisa énak dibumboni sa têlu yaiku, sarêm, salam lan santên.
’Lepasnya nyawa bersamaan dengan meletusnya bumi, melepas pakaian masuk kawah candradimuka, agar mencapai kesempurnaan disertai sa berjumlah tiga.’ (= ketela pohon)
Keterangannya demikian: ketela pohon jika dicabut tidak bisa ditanam dan hidup lagi (kecuali batangnya dengan cara stek), setelah dikupas lalu direbus, agar enak diberi bumbu sa tiga macam yakni sarêm ’garam’, salam ’daun salam’, santên ’santan’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar