TATA NILAI KEPEMIMPINAN DAN
PEMERINTAHAN
Dalam hidup bersama, sekumpulan manusia
membutuhkan pemimpin. Seorang pemimpin dituntut memiliki kelebihan dibanding
yang dipimpin baik dalam hal pengetahuan, keberanian, maupun kearifan. Seorang
pemimpin harus berani tampil di depan memberi teladan bagi yang dipimpin (ing ngarsa sung
tuladha), seorang pemimpin harus mampu menggugah semangat atau
memotivasi yang dipimpin (ing madya mangun karsa)
agar lebih giat dalam perjuangan hidup, dan memberi dorongan, kekuatan, dan
perlindungan (ing
wuntat tut wuri
handayani) agar yang
dipimpin kian percaya
diri dan senantiasa memperoleh kemajuan dalam menapaki
kehidupan.
Dalam pemerintahan, seorang pemimpin harus
merangkul, mengasihi, dan melindungi segenap
rakyat (hamengku) tanpa
membeda-bedakan etnis, suku,
ras, golongan, dan agama yang dipeluknya, agar seluruh
rakyat merasa tenteram dan damai (ayom ayem). Pemimpin harus berusaha keras agar
rakyat dapat menikmati kehidupan yang layak (hamangku), oleh karenanya seorang pemimpin harus
berwatak murah hati dan menepati janji (bèr budi bawa leksana). Bermurah hati artinya
seorang pemimpin ibaratnya harus siap memberi pakaian kepada rakyat yang tak
punya pakaian (paring
sandhang wong kawudan), memberi makan kepada rakyat yang kelaparan (paring pangan wong
kaluwèn), memberi air kepada rakyat yang kehausan (paring banyu wong
kasatan), memberi tongkat kepada rakyat yang menapaki jalan licin (paring teken wong
kalunyon), memberi peneduh kepada rakyat yang kepanasan (paring kudhung wong
kepanasan), dan memberi payung kepada rakyat yang kehujanan (paring payung wong
kodanan). Menepati janji artinya tidak ingkar dan konsekuen
atas perkataannya, sebab
ucapan seorang pemimpin
harus dapat dipegang, tidak boleh
asal bicara dan plinplan (sabda pandhita ratu sepisan dadi dhatan kena wola-wali,
pindha nila kresna tumetes ing dalancang seta). Dalam situasi yang
sulit, pemimpin harus mengambil tanggung jawab terdepan dalam menyelesaikan
permasalahan (hamengkoni)
agar rakyat terbebas dari kesulitan dan kesengsaraan; dan rakyat merasa terlindungi
oleh pemimpinnya.
Sebagai seorang manajer, pemimpin atau pejabat
harus cakap mengelola (anata) tata pemerintahan dengan baik sehingga
semua unit kerja yang dikoordinasikan dan dikendalikannya dapat berperan dan
berfungsi dengan saksama. Agar semua unit kerja terjaga kinerjanya, maka
seorang pemimpin harus mengamati dan meneliti dengan cermat (aniti) apa yang
dikerjakan dan cara kerja anak buahnya.
Pemimpin harus senantiasa
memantau keadaan rakyatnya
(apariksa) sehingga
dapat diketahui apa
saja yang dibutuhkan rakyatnya
dan berusaha keras mengusahakan pemenuhan kebutuhan itu. Demi tegaknya keadilan
dan kewibawaan, pemimpin harus memberi
ganjaran bagi aparat atau rakyat yang berjasa dan menghukum aparat atau rakyat
yang bersalah (amisésa).
Agar
pemimpin dapat memimpin dengan mumpuni,
maka dia harus dapat
meneladani watak dan tugas yang tercermin dalam ajaran Hastha Brata. Hastha Brata adalah simbol alam
semesta. Arti harfiahnya “delapan simbol alam”, tetapi sejatinya menyiratkan
keharmonisan sistem alam semesta. Pada hakikatnya kedelapan sifat tersebut
merupakan manifestasi keselarasan yang terdapat pada tata alam semesta yang
diciptakan Tuhan, dan manusia harus menyelaraskan diri dengan tata alam semesta
kalau ingin selamat dan terhindar dari malapetaka. Bila manusia, sebagai
ciptaan Tuhan, bisa selaras dengan alam semesta, maka selaraslah kehidupannya.
Menurut Yasadipura I (1729-1803 M) dari keraton Surakarta, Hastha Brata adalah
delapan prinsip kepemimpinan sosial yang meniru filosofi/sifat alam, yaitu:
(1) Mahambeg Mring Kisma (meniru sifat bumi).
Seperti halnya bumi, seorang pemimpin berusaha untuk setiap saat menjadi sumber
kebutuhan hidup bagi siapa pun. Dia mengerti apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya
dan memberikan kepada siapa saja tanpa pilih kasih.
Meski selalu memberikan
segalanya kepada rakyatnya,
dia tidak menunjukkan sifat
sombong/angkuh.
(2) Mahambeg Mring Warih (meniru sifat air).
Seperti sifat air, mengalir dari tinggi ke tempat yang lebih rendah dan
sejuk/dingin. Seorang pemimpin harus bisa menyatu dengan rakyat sehingga
bisa mengetahui kebutuhan
riil rakyatnya. Rakyat
akan merasa sejuk, nyaman, aman, dan tentram bersama pemimpinnya.
Kehadirannya selalu diharapkan oleh rakyatnya. Pemimpin dan rakyat adalah mitra
kerja dalam membangun persada tercinta ini. Tanpa rakyat, tidak ada yang jadi
pemimpin, tanpa rakyat yang mencintainya, tidak ada pemimpin yang mampu
melakukan tugas yang diembannya sendirian.
(3) Mahambeg Mring Samirana (meniru sifat
angin). Seperti halnya sifat angin, dia ada di mana saja/tak mengenal tempat
dan adil kepada siapa pun. Seorang pemimpin harus berada di
semua strata/lapisan masyarakatnya dan
bersikap adil, tak
pernah diskriminatif (membeda-bedakan).
(4) Mahambeg Mring Candra (meniru sifat
bulan). Seperti sifat bulan, yang terang dan sejuk. Seorang pemimpin mampu
menawan hati rakyatnya dengan sikap keseharian yang tegas/jelas dan
keputusannya yang tidak menimbulkan potensi konflik. Kehadiran pemimpin bagi
rakyat menyejukkan, karena aura sang pemimpin memancarkan kebahagiaan dan
harapan.
(5) Mahambeg Mring Surya (meniru sifat
matahari). Seperti sifat matahari yang memberi sinar kehidupan yang dibutuhkan
oleh seluruh jagat. Energi positif seorang pemimpin dapat memberi
petunjuk/jalan/arah dan solusi atas masalah yang dihadapi rakyatnya.
(6) Mahambeg Mring Samodra (meniru sifat
laut/samudra). Seperti sifat lautan, luas tak bertepi, setiap hari menampung
apa saja (air dan sampah) dari segala penjuru, dan membersihkan segala kotoran
yang dibuang ke pinggir pantai. Bagi yang memandang laut, yang terlihat hanya
kebeningan air dan timbulkan ketenangan. Seorang pemimpin hendaknya mempunyai
keluasan hati dan
pandangan, dapat menampung
semua aspirasi dari siapa saja, dengan penuh kesabaran, kasih sayang, dan
pengertian terhadap rakyatnya.
(7) Mahambeg Mring Wukir (meniru sifat
gunung). Seperti sifat gunung, yang teguh dan kokoh, seorang pemimpin harus
memiliki keteguhan-kekuatan fisik dan psikis serta tidak mudah menyerah untuk
membela kebenaran maupun membela rakyatnya. Tetapi juga penuh hikmah tatkala
harus memberikan sanksi. Dampak yang ditimbulkan dengan cetusan kemarahan
seorang pemimpin diharapkan membawa kebaikan seperti halnya efek letusan gunung
berapi yang dapat menyuburkan tanah.
(8) Mahambeg Mring Dahana (meniru sifat api).
Seperti sifat api, energi positif seorang pemimpin diharapkan mampu
menghangatkan hati dan membakar semangat rakyatnya mengarah kepada kebaikan,
memerangi kejahatan, dan memberikan perlindungan kepada rakyatnya.
Kedelapan watak dan kecakapan tersebut amat
penting bagi pemimpin yang berjiwa kesatriya sebagai sarana untuk
mendharmabaktikan dirinya kepada negara dan rakyat, karena dharma bakti
pemimpin yang benar akan menjamin kesejahteraan dan keselamatan negara dan
rakyatnya (darmaning
satriya mahanani rahayuning nagara).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar