Sesanti

Sesanti

Sabtu, 04 Januari 2014

11. Kepemimpinan



TATA NILAI KEPEMIMPINAN DAN PEMERINTAHAN

Dalam hidup bersama, sekumpulan manusia membutuhkan pemimpin. Seorang pemimpin dituntut memiliki kelebihan dibanding yang dipimpin baik dalam hal pengetahuan, keberanian, maupun kearifan. Seorang pemimpin harus berani tampil di depan memberi teladan bagi yang dipimpin (ing ngarsa sung tuladha), seorang pemimpin harus mampu menggugah semangat atau memotivasi yang dipimpin (ing madya mangun karsa) agar lebih giat dalam perjuangan hidup, dan memberi dorongan, kekuatan, dan perlindungan (ing wuntat  tut  wuri  handayani)  agar  yang  dipimpin  kian  percaya  diri  dan  senantiasa memperoleh kemajuan dalam menapaki kehidupan.

Dalam pemerintahan, seorang pemimpin harus merangkul, mengasihi, dan melindungi segenap  rakyat  (hamengku)  tanpa  membeda-bedakan  etnis,  suku,  ras,  golongan,  dan agama yang dipeluknya, agar seluruh rakyat merasa tenteram dan damai (ayom ayem). Pemimpin harus berusaha keras agar rakyat dapat menikmati kehidupan yang layak (hamangku), oleh karenanya seorang pemimpin harus berwatak murah hati dan menepati janji (bèr budi bawa leksana). Bermurah hati artinya seorang pemimpin ibaratnya harus siap memberi pakaian kepada rakyat yang tak punya pakaian (paring sandhang wong kawudan), memberi makan kepada rakyat yang kelaparan (paring pangan wong kaluwèn), memberi air kepada rakyat yang kehausan (paring banyu wong kasatan), memberi tongkat kepada rakyat yang menapaki jalan licin (paring teken wong kalunyon), memberi peneduh kepada rakyat yang kepanasan (paring kudhung wong kepanasan), dan memberi payung kepada rakyat yang kehujanan (paring payung wong kodanan). Menepati janji artinya tidak ingkar dan  konsekuen  atas  perkataannya,  sebab  ucapan  seorang  pemimpin  harus  dapat dipegang, tidak boleh asal bicara dan plinplan (sabda pandhita ratu sepisan dadi dhatan kena wola-wali, pindha nila kresna tumetes ing dalancang seta). Dalam situasi yang sulit, pemimpin harus mengambil tanggung jawab terdepan dalam menyelesaikan permasalahan (hamengkoni) agar rakyat terbebas dari kesulitan dan kesengsaraan; dan rakyat merasa terlindungi oleh pemimpinnya.

Sebagai seorang manajer, pemimpin atau pejabat harus cakap mengelola (anata) tata pemerintahan dengan baik sehingga semua unit kerja yang dikoordinasikan dan dikendalikannya dapat berperan dan berfungsi dengan saksama. Agar semua unit kerja terjaga kinerjanya, maka seorang pemimpin harus mengamati dan meneliti dengan cermat (aniti)  apa yang  dikerjakan dan cara kerja anak buahnya.  Pemimpin  harus senantiasa memantau  keadaan  rakyatnya  (apariksa)  sehingga  dapat  diketahui  apa  saja  yang dibutuhkan rakyatnya dan berusaha keras mengusahakan pemenuhan kebutuhan itu. Demi tegaknya keadilan dan kewibawaan, pemimpin harus  memberi ganjaran bagi aparat atau rakyat yang berjasa dan menghukum aparat atau rakyat yang bersalah (amisésa).

Agar  pemimpin dapat memimpin dengan mumpuni,  maka  dia  harus dapat  meneladani watak dan tugas yang tercermin dalam ajaran Hastha Brata.  Hastha Brata adalah simbol alam semesta. Arti harfiahnya “delapan simbol alam”, tetapi sejatinya menyiratkan keharmonisan sistem alam semesta. Pada hakikatnya kedelapan sifat tersebut merupakan manifestasi keselarasan yang terdapat pada tata alam semesta yang diciptakan Tuhan, dan manusia harus menyelaraskan diri dengan tata alam semesta kalau ingin selamat dan terhindar dari malapetaka. Bila manusia, sebagai ciptaan Tuhan, bisa selaras dengan alam semesta, maka selaraslah kehidupannya. Menurut Yasadipura I (1729-1803 M) dari keraton Surakarta, Hastha Brata adalah delapan prinsip kepemimpinan sosial yang meniru filosofi/sifat alam, yaitu:

(1) Mahambeg Mring Kisma (meniru sifat bumi). Seperti halnya bumi, seorang pemimpin berusaha untuk setiap saat menjadi sumber kebutuhan hidup bagi siapa pun. Dia mengerti apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya dan memberikan kepada siapa saja tanpa pilih   kasih.   Meski   selalu   memberikan   segalanya   kepada   rakyatnya,   dia   tidak menunjukkan sifat sombong/angkuh.

(2) Mahambeg Mring Warih (meniru sifat air). Seperti sifat air, mengalir dari tinggi ke tempat yang lebih rendah dan sejuk/dingin. Seorang pemimpin harus bisa menyatu dengan rakyat    sehingga    bisa    mengetahui    kebutuhan    riil    rakyatnya.    Rakyat    akan merasa sejuk, nyaman, aman, dan tentram bersama pemimpinnya. Kehadirannya selalu diharapkan oleh rakyatnya. Pemimpin dan rakyat adalah mitra kerja dalam membangun persada tercinta ini. Tanpa rakyat, tidak ada yang jadi pemimpin, tanpa rakyat yang mencintainya, tidak ada pemimpin yang mampu melakukan tugas yang diembannya sendirian.

(3) Mahambeg Mring Samirana (meniru sifat angin). Seperti halnya sifat angin, dia ada di mana saja/tak mengenal tempat dan adil kepada siapa pun. Seorang pemimpin harus berada   di   semua   strata/lapisan   masyarakatnya   dan   bersikap   adil,   tak   pernah diskriminatif (membeda-bedakan).

(4) Mahambeg Mring Candra (meniru sifat bulan). Seperti sifat bulan, yang terang dan sejuk. Seorang pemimpin mampu menawan hati rakyatnya dengan sikap keseharian yang tegas/jelas dan keputusannya yang tidak menimbulkan potensi konflik. Kehadiran pemimpin bagi rakyat menyejukkan, karena aura sang pemimpin memancarkan kebahagiaan dan harapan.

(5) Mahambeg Mring Surya (meniru sifat matahari). Seperti sifat matahari yang memberi sinar kehidupan yang dibutuhkan oleh seluruh jagat. Energi positif seorang pemimpin dapat memberi petunjuk/jalan/arah dan solusi atas masalah yang dihadapi rakyatnya.

(6) Mahambeg Mring Samodra (meniru sifat laut/samudra). Seperti sifat lautan, luas tak bertepi, setiap hari menampung apa saja (air dan sampah) dari segala penjuru, dan membersihkan segala kotoran yang dibuang ke pinggir pantai. Bagi yang memandang laut, yang terlihat hanya kebeningan air dan timbulkan ketenangan. Seorang pemimpin hendaknya  mempunyai  keluasan  hati  dan  pandangan,  dapat  menampung  semua aspirasi dari siapa saja, dengan penuh kesabaran, kasih sayang, dan pengertian terhadap rakyatnya.

(7) Mahambeg Mring Wukir (meniru sifat gunung). Seperti sifat gunung, yang teguh dan kokoh, seorang pemimpin harus memiliki keteguhan-kekuatan fisik dan psikis serta tidak mudah menyerah untuk membela kebenaran maupun membela rakyatnya. Tetapi juga penuh hikmah tatkala harus memberikan sanksi. Dampak yang ditimbulkan dengan cetusan kemarahan seorang pemimpin diharapkan membawa kebaikan seperti halnya efek letusan gunung berapi yang dapat menyuburkan tanah.

(8) Mahambeg Mring Dahana (meniru sifat api). Seperti sifat api, energi positif seorang pemimpin diharapkan mampu menghangatkan hati dan membakar semangat rakyatnya mengarah kepada kebaikan, memerangi kejahatan, dan memberikan perlindungan kepada rakyatnya.

Kedelapan watak dan kecakapan tersebut amat penting bagi pemimpin yang berjiwa kesatriya sebagai sarana untuk mendharmabaktikan dirinya kepada negara dan rakyat, karena dharma bakti pemimpin yang benar akan menjamin kesejahteraan dan keselamatan negara dan rakyatnya (darmaning satriya mahanani rahayuning nagara).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar