Sesanti

Sesanti

Sabtu, 04 Januari 2014

5. Pendidikan



TATA NILAI PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN

Pendidikan  merupakan  proses  pembudayaan  manusia  yang  bertujuan  untuk menumbuhkan, mengelola, dan meningkatkan kualitas kecerdasan kehidupannya, baik kecerdasan kejiwaan yang meliputi religio-spiritualitas (takwa), moralitas (karsa), emosionalitas (rasa), dan intelektualitasnya (cipta), maupun kesehatan dan pengembangan raganya. Oleh karena itu, kepada peserta didik bukan hanya dibekali ilmu pengetahuan, teknologi, dan ketrampilan teknis suatu pekerjaan, melainkan harus ditanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang amat mendasar bagi kehidupannya sebagai makhluk yang berbudaya. Konsekuensinya, penyelenggaraan pendidikan harus mengedepankan penanganan dan penyediaan fasilitas yang baik bagi penumbuhan, pengelolaan, dan peningkatan ketakwaan, akhlak atau budi pekerti, kesopansantunan, seni budaya, kecakapan, ketrampilan, dan kesehatan beserta ketrampilan jasmani peserta didik. Penyenggaraan pendidikan harus membuka peluang seluas-luasnya bagi aktualisasi diri dan pengembangan atas segenap potensi yang dimiliki peserta didik.

Pengetahuan merupakan daur proses dan hasil pengenalan secara akumulatif dan terus- menerus yang dilakukan manusia terhadap diri sendiri dan apa saja di luar dirinya, baik mengenai benda-benda tak hidup, tumbuh-tumbuhan, hewan, sesama manusia, maupun hal-hal yang bersifat adi-duniawi (supranatural). Dalam konteks hidup bersama dan konteks kesejarahan, pengetahuan sebagai hasil pengenalan manusia secara kolektif dipraktekkan, dipertukarkan, diajarkan, dihimpun, dikoreksi, dikembangkan, dan diwariskan dari zaman ke zaman. Pengetahuan merupakan sarana yang penting bagi manusia dalam rangka menunaikan tugas mulianya, yakni mengusahakan dan menjaga kebenaran, kebaikan, keindahan, keselamatan, dan kelestarian dunia (hamemayu hayuning bawana).
Dalam sejarah peradabannya yang panjang, budaya Jawa Yogyakarta telah memiliki begitu banyak pengetahuan mulai dari pengetahuan bercocok tanam (olah tetanèn), perhitungan musim dan iklim (pranata mangsa), peternakan dan perikanan, hewan piaraan (klangenan), pertukangan (kawruh kalang), metalurgi atau ilmu pengolahan logam baik logam biasa maupun logam mulia (mranggi), batu mulia, pertekstilan baik tenun maupun batik, peralatan rumah tangga, ukiran kayu dan logam, sarana transportasi, perancangan bangunan (arsitektur), penataan bangunan dan kawasan pemukiman (planologi), seni olah boga (olah- olah), seni tata busana (ngadi busana), seni perawatan tubuh dan kecantikan (ngadi salira), pengobatan  (reracik  jampi),  hingga  kosmogoni  dan  nujum,  yang  biasanya  berupa numerologi (ngèlmu pétung), dan masih terdapat seribu satu pengetahuan lain yang kesemuanya itu merupakan kearifan lokal dan kekayaan budaya yang amat berharga, dan oleh  karenanya  perlu  dijaga,  dilestarikan,  dan  dikembangkan  sesuai  dengan  tuntutan zaman.

Bermacam ragam wujud pengetahuan yang dimiliki komunitas Jawa Yogyakarta tersebut merupakan pengetahuan dari yang bersifat teoritik sampai yang bersifat praktik, dari pengetahuan yang bersifat spiritual sampai ke pengetahuan yang bersifat material. Dalam praktek, sebenarnya tidak pernah ada pengetahuan yang memiliki satu dimensi saja. Pengetahuan yang tampaknya berdimensi praktik belaka, pada dasarnya juga memiliki dimensi teoritiknya. Pengetahuan yang tampaknya berdimensi material belaka, pada dasarnya juga memiliki dimensi spiritualnya. Begitu pula sebaliknya. Setiap pengetahuan yang bersifat kejawaan sebenarnya bersifat multidimensi. Keterbukaan dan kelenturan budaya  Jawa  Yogyakarta  telah  memperkaya  khasanah  pengetahuan  yang  dimilikinya karena pengetahuan yang datang dari berbagai penjuru sepanjang zaman senantiasa diakomodasi, diadopsi, diadaptasi, dan disinkretisasi dengan pengetahuan ciptaan sendiri dengan mengindahkan prinsip keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara yang lahiriah (material) dan yang batiniah (spiritual), antara yang profan dan yang sakral, antara yang bersifat fisik dan yang bersifat metafisik, antara yang duniawi (natural) dan adi-duniawi (supranatural), antara yang rasional dan yang supra-rasional, dan antara yang bersifat individual dan yang bersifat komunal dan sosial.

Mencari pengetahuan itu wajib hukumnya bagi setiap orang. Pencarian pengetahuan harus dijalani dengan usaha keras agar dapat dicapai hasil yang memadai (ngèlmu iku kelakoné kanthi laku). Usaha keras itu harus dilandasi dengan kemauan keras, kesungguhan hati, tekad, dan semangat, karena keempat hal itu akan memberikan kekuatan, ketabahan, dan kegigihan (lekasé lawan kas, tegesé kas nyantosani). Di samping itu, yang utama adalah keteguhan hati untuk tetap tegar menghadapi godaan hawa nafsu yang dapat menyesatkan (setya budya pangekesé dur angkara). Dengan demikian, pengetahuan yang dicari akan diperoleh dengan saksama dan berguna bagi kehidupan baik untuk diri sendiri maupun untuk masyarakat, baik untuk kehidupan duniawi maupun kehidupan ukhrowi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar